Di Bandung,
terdapat dua orang sahabat yang sering dijuluki sebagai “solmed”. Mereka bernama Arin dan Resy. Ya, mereka memang pantas
dijuluki “solmed” karena kemana pun
Arin pergi, Resy selalu ada disampingnya. Begitu pun sebaliknya.
Mereka adalah dua sahabat yang
memang telah lama saling kenal mengenal, bahkan dari saat bersekolah TK pun
mereka sudah menunjukan rasa saling peduli serta rasa saling menyayangi. Dan
mereka pun pernah berjanji bahwa mereka akan selalu bersama sampai maut
memisahkannya.
Mereka itu terlihat sangat akrab,
bahkan banyak orang mengira bahwa mereka itu bersaudara, mungkin karena tingkah
laku nya yang tak jauh beda. Mereka itu sama-sama suka jahil, suka bercanda, bahkan
mereka yang sudah berumur 16 tahun, tapi masih senang bermain layaknya anak SD,
bermain boneka, barbie, bahkan bermain masak-masakan yang terbuat dari bahan
dasar karet dan plastik. Namun ada satu hal yang membedakan mereka, yaitu
tingkat ekonomi Resy yang lebih menonjol dan glamour dibandingan dengan Arin.
Suatu hari, Papah Resy berbicara
panjang lebar kepada anak tunggalnya itu. Bahwa Papah Resy akan dialihkan kerja
menjadi ke Jakarta, maka tak ada pilihan lain selain Resy ikut pindah dengan Papahnya
ke Jakarta. Tetapi ajakan papahnya itu ditolak mentah-mentah oleh Resy, ia
menjelaskan alasannya untuk tetap berdiam di Bandung, dan alasan pertamanya
adalah Arin.
Keesokan harinya, Resy langsung
menceritakan mengenai ajakan Papahnya untuk ikut pindah dengannya ke Jakarta.
Resy menceritakan pula bahwa dia menolak ikut dengan papahnya beserta
alasannya. Arin pun menasehati Resy yang sepertinya sangat mementingkan Arin
dibandingkan Papahnya sendiri. Arin berbicara panjang lebar, yang intinya dia
mengatakan bahwa “Sahabat sejati itu tidak akan bisa terpisahkan oleh jarak dan
waktu”. Akhirnya, setelah mendengar perkataan Arin, Resy pun berubah pikiran.
Ia mau ikut pindah ke Jakarta bersama Papahnya. Sehabis
berbincang-bincang dengan Arin, Resy langsung pulang ke rumah dan menjelaskan
pada papahnya bahwa ia berubah pikiran. Mendengar hal itu, keesokan harinya
papah Resy berkemas-kemas barangnya untuk pindah ke Jakarta sore nanti. Ia pun
sangat bahagia mendengar keputusan anaknya itu. Tapi, Resy mau ikut pindah ke
Jakarta, dengan satu syarat, yaitu ia
mau setiap satu bulan sekali ia mengunjungi Rumah Arin dan menginap disana.
Papahnya pun berjani akan memenuhi persyaratan anak tunggalnya itu.
Resy dan Papahnya pun pindah ke
Jakarta. Kini Resy didaftarkan oleh Papahnya untuk masuk ke sekolah paling
mahal se-Jakarta. Hari demi hari pun berlalu, hingga tak terasa sudah satu
bulan mereka mendiami Jakarta. Kini saatnya Resy menagih janji Papahnya untuk
memperbolehkannya main ke Rumah Arin dan menginap. Keesokan harinya Resy
berangkat dari Jakarta ke Bandung untuk menemui Arin.
Arin sangat senang karena ternyata
walaupun sudah terpisah jauh, Resy masih bersedia menemui Arin dan menginap di
rumah Arin yang sangat sederhana, jauh berbeda dengan kehidupan Resy di
Jakarta. Resy dan Arin pun saling bertukar cerita, mereka layaknya saudara yang
terpisahkan beberapa tahun lamanya.
Tak terasa pagi pun telah tiba,
Papah Resy menjemput Resy untuk kembali pulang ke Jakarta. Kini saatnya mereka
berdua untuk berpisah. Sebelum Resy pergi, Arin memeluk Resy dengan erat,
begitupun sebaliknya. Hingga Resy pun pulang ke Jakarta.
Setelah tiga bulan mendiami Jakarta,
baru lah Resy menyadari pergaulan disana, pergaulan disekolah, dirumah, maupun
di daerah sekitarnya. Mulai dari situ lah, Resy bertahap berubah mengikuti
pergaulan di Jakarta. Dan hasilnya, Resy yang awalnya adalah anak yang sopan,
baik hati, tidak sombong, dan peduli kepada sesama, berubah menjadi sesosok
Resy yang tidak sopan, jahat, sombong, serta tidak peduli terhadap sesama. Itu
disebabkan karena pergaulannya di Jakarta, terutama di sekolahnya yang memang
terkumpul disana kebanyakan dari orang kaya, glamour, elit, serta angkuh. Itulah gambaran dari sikap Resy
sekarang yang berubah sangat jauh menjadi lebih buruk dibanding sebelumnya.
Tak terasa, sudah setahun Arin
menjalani hidupnya tanpa ada senyuman Resy yang menghiasi harinya. Arin heran,
mengapa Resy sekarang sudah tak pernah nampak lagi dihadapannya, biasanya
setiap bulan Resy mengontrol keadaan Arin di Bandung, tapi hal itu hanya
dilakukan Resy tiga kali. Karena sekarang sepertinya Resy sudah mempunyai dunia
baru dengan teman-temannya, dan seakan sudah tak peduli lagi dengan Arin,
bahkan mungkin Resy sudah menganggap sahabatnya itu adalah angin lalu, dan
mungkin sudah tak sudi lagi bergaul dan mengingat nama Arin di hatinya.
Setelah kurang lebih lima tahun Arin
mengharapkan Resy kembali dan menemuinya, namun sayang harapannya pun musnah,
karena tak sempat bertemu dengan Resy, Arin pun jatuh sakit, ibunya tidak punya
biaya untuk mengobati Arin ke dokter, hingga akhirnya nyawa Arin pun tidak bisa
diselamatkan.
Setelah tujuh tahun Resy dan
Papahnya tinggal di Jakarta, Papah Resy pun sedang dilanda musibah, yaitu
Perusahaan yang dikelolanya tiba-tiba mengalami kerugian yang sangat besar,
hingga Papah Resy pun bangkrut dan jatuh miskin. Resy stress dan tak tahu lagi apa yang harus ia lakukan tanpa ada uang
menyertainya.
Hingga beberapa bulan kemudian,
teman-teman disekolah Resy sudah tahu apa yang terjadi pada kehidupan Resy yang
sekarang jatuh miskin. Teman-temannya pun pergi menjauh dari kehidupan Resy
yang sekarang sudah tak kaya lagi. Resy pun baru sadar bahwa ternyata selama
ini teman-teman di sekolah ingin berteman dengan Resy hanya karena Resy adalah
anak konglomerat. Hingga disaat Resy sekarang jatuh miskin, tak ada lagi satu
teman pun yang mau berteman dengan Resy.
Resy pula sadar serta menyesal sudah
menyia-nyiakan sahabat setia nya dari kecil, yaitu Arin. Resy tahu, Arin
berteman dengannya itu tulus, tidak karena masalah ekonomi Resy yang unggul.
Resy pun berniat untuk menemui Arin ke Bandung, ia ingin meminta maaf serta
menebus semua kesalahannya yang melupakan Arin begitu saja.
Namun semua itu telah terlambat,
sesampainya Resy di Bandung, Resy hanya bertemu dengan ibu Arin. Ibu Arin pun
menceritakan panjang lebar mengenai Arin selama ini yang hidup tanpa Resy,
hingga akhirnya ibu Arin menceritakan kematian Arin. Resy terkejut mendengar
semua itu. Hingga akhirnya, ibu Arin memberikan sepucuk surat untuk Resy dari
Arin. Ketika dalam keadaan sakit, Arin mewasiati surat kepada ibunya untuk
disampaikan kepada Resy, apabila Resy datang kembali ke Bandung. Resy membaca
surat Arin itu sambil menangis, karena ia sangat menyesal sekaligus merasa
bersalah. Surat itu berisi tentang menceritakan kembali masa-masa indah Arin
bersama Resy, lalu Arin menceritakan perasaan “galau”nya ketika ditinggal pergi oleh Resy, hingga pada bagian
akhir surat terdapat pula penantian Arin terhadap kehadiran Resy yang sangat
panjang, hingga akhirnya Arin jatuh sakit dan tak bisa diselamatkan. Resy
merasa tersentuh membaca sepucuk surat itu dan tak bisa lagi menahan air
matanya.
Kini Resy sadar, bahwa “Sahabat
Setia itu tidak bisa dibeli dengan kekayaan, kemewahan, apalagi dengan sekolah
dan teman-teman elit. Namun hanya bisa ditemukan pada orang yang memang
benar-benar menyayangi kita tulus apa adanya, dan selalu ada untuk kita, dikala
suka maupun dukaJ”. Namun sayang, penyesalan itu datang terlambat, hingga
akhirnya Resy menyadari kesalahannya disaat Arin sudah tiada lagi disampingnya,
untuk selamanyaL.
Putri
Khairunnisa. November, 2013.