Rabu, 03 September 2014

Sahabat Setia

Di Bandung, terdapat dua orang sahabat yang sering dijuluki sebagai “solmed”. Mereka bernama Arin dan Resy. Ya, mereka memang pantas dijuluki “solmed” karena kemana pun Arin pergi, Resy selalu ada disampingnya. Begitu pun sebaliknya.
            Mereka adalah dua sahabat yang memang telah lama saling kenal mengenal, bahkan dari saat bersekolah TK pun mereka sudah menunjukan rasa saling peduli serta rasa saling menyayangi. Dan mereka pun pernah berjanji bahwa mereka akan selalu bersama sampai maut memisahkannya.
            Mereka itu terlihat sangat akrab, bahkan banyak orang mengira bahwa mereka itu bersaudara, mungkin karena tingkah laku nya yang tak jauh beda. Mereka itu sama-sama suka jahil, suka bercanda, bahkan mereka yang sudah berumur 16 tahun, tapi masih senang bermain layaknya anak SD, bermain boneka, barbie, bahkan bermain masak-masakan yang terbuat dari bahan dasar karet dan plastik. Namun ada satu hal yang membedakan mereka, yaitu tingkat ekonomi Resy yang lebih menonjol dan glamour dibandingan dengan Arin.
            Suatu hari, Papah Resy berbicara panjang lebar kepada anak tunggalnya itu. Bahwa Papah Resy akan dialihkan kerja menjadi ke Jakarta, maka tak ada pilihan lain selain Resy ikut pindah dengan Papahnya ke Jakarta. Tetapi ajakan papahnya itu ditolak mentah-mentah oleh Resy, ia menjelaskan alasannya untuk tetap berdiam di Bandung, dan alasan pertamanya adalah Arin.
            Keesokan harinya, Resy langsung menceritakan mengenai ajakan Papahnya untuk ikut pindah dengannya ke Jakarta. Resy menceritakan pula bahwa dia menolak ikut dengan papahnya beserta alasannya. Arin pun menasehati Resy yang sepertinya sangat mementingkan Arin dibandingkan Papahnya sendiri. Arin berbicara panjang lebar, yang intinya dia mengatakan bahwa “Sahabat sejati itu tidak akan bisa terpisahkan oleh jarak dan waktu”. Akhirnya, setelah mendengar perkataan Arin, Resy pun berubah pikiran. Ia mau ikut pindah ke Jakarta bersama Papahnya.          Sehabis berbincang-bincang dengan Arin, Resy langsung pulang ke rumah dan menjelaskan pada papahnya bahwa ia berubah pikiran. Mendengar hal itu, keesokan harinya papah Resy berkemas-kemas barangnya untuk pindah ke Jakarta sore nanti. Ia pun sangat bahagia mendengar keputusan anaknya itu. Tapi, Resy mau ikut pindah ke Jakarta, dengan  satu syarat, yaitu ia mau setiap satu bulan sekali ia mengunjungi Rumah Arin dan menginap disana. Papahnya pun berjani akan memenuhi persyaratan anak tunggalnya itu.
            Resy dan Papahnya pun pindah ke Jakarta. Kini Resy didaftarkan oleh Papahnya untuk masuk ke sekolah paling mahal se-Jakarta. Hari demi hari pun berlalu, hingga tak terasa sudah satu bulan mereka mendiami Jakarta. Kini saatnya Resy menagih janji Papahnya untuk memperbolehkannya main ke Rumah Arin dan menginap. Keesokan harinya Resy berangkat dari Jakarta ke Bandung untuk menemui Arin.
            Arin sangat senang karena ternyata walaupun sudah terpisah jauh, Resy masih bersedia menemui Arin dan menginap di rumah Arin yang sangat sederhana, jauh berbeda dengan kehidupan Resy di Jakarta. Resy dan Arin pun saling bertukar cerita, mereka layaknya saudara yang terpisahkan beberapa tahun lamanya.
            Tak terasa pagi pun telah tiba, Papah Resy menjemput Resy untuk kembali pulang ke Jakarta. Kini saatnya mereka berdua untuk berpisah. Sebelum Resy pergi, Arin memeluk Resy dengan erat, begitupun sebaliknya. Hingga Resy pun pulang ke Jakarta.
            Setelah tiga bulan mendiami Jakarta, baru lah Resy menyadari pergaulan disana, pergaulan disekolah, dirumah, maupun di daerah sekitarnya. Mulai dari situ lah, Resy bertahap berubah mengikuti pergaulan di Jakarta. Dan hasilnya, Resy yang awalnya adalah anak yang sopan, baik hati, tidak sombong, dan peduli kepada sesama, berubah menjadi sesosok Resy yang tidak sopan, jahat, sombong, serta tidak peduli terhadap sesama. Itu disebabkan karena pergaulannya di Jakarta, terutama di sekolahnya yang memang terkumpul disana kebanyakan dari orang kaya, glamour, elit, serta angkuh. Itulah gambaran dari sikap Resy sekarang yang berubah sangat jauh menjadi lebih buruk dibanding sebelumnya.
            Tak terasa, sudah setahun Arin menjalani hidupnya tanpa ada senyuman Resy yang menghiasi harinya. Arin heran, mengapa Resy sekarang sudah tak pernah nampak lagi dihadapannya, biasanya setiap bulan Resy mengontrol keadaan Arin di Bandung, tapi hal itu hanya dilakukan Resy tiga kali. Karena sekarang sepertinya Resy sudah mempunyai dunia baru dengan teman-temannya, dan seakan sudah tak peduli lagi dengan Arin, bahkan mungkin Resy sudah menganggap sahabatnya itu adalah angin lalu, dan mungkin sudah tak sudi lagi bergaul dan mengingat nama Arin di hatinya.
            Setelah kurang lebih lima tahun Arin mengharapkan Resy kembali dan menemuinya, namun sayang harapannya pun musnah, karena tak sempat bertemu dengan Resy, Arin pun jatuh sakit, ibunya tidak punya biaya untuk mengobati Arin ke dokter, hingga akhirnya nyawa Arin pun tidak bisa diselamatkan.
            Setelah tujuh tahun Resy dan Papahnya tinggal di Jakarta, Papah Resy pun sedang dilanda musibah, yaitu Perusahaan yang dikelolanya tiba-tiba mengalami kerugian yang sangat besar, hingga Papah Resy pun bangkrut dan jatuh miskin. Resy stress dan tak tahu lagi apa yang harus ia lakukan tanpa ada uang menyertainya.
            Hingga beberapa bulan kemudian, teman-teman disekolah Resy sudah tahu apa yang terjadi pada kehidupan Resy yang sekarang jatuh miskin. Teman-temannya pun pergi menjauh dari kehidupan Resy yang sekarang sudah tak kaya lagi. Resy pun baru sadar bahwa ternyata selama ini teman-teman di sekolah ingin berteman dengan Resy hanya karena Resy adalah anak konglomerat. Hingga disaat Resy sekarang jatuh miskin, tak ada lagi satu teman pun yang mau berteman dengan Resy.
            Resy pula sadar serta menyesal sudah menyia-nyiakan sahabat setia nya dari kecil, yaitu Arin. Resy tahu, Arin berteman dengannya itu tulus, tidak karena masalah ekonomi Resy yang unggul. Resy pun berniat untuk menemui Arin ke Bandung, ia ingin meminta maaf serta menebus semua kesalahannya yang melupakan Arin begitu saja.
            Namun semua itu telah terlambat, sesampainya Resy di Bandung, Resy hanya bertemu dengan ibu Arin. Ibu Arin pun menceritakan panjang lebar mengenai Arin selama ini yang hidup tanpa Resy, hingga akhirnya ibu Arin menceritakan kematian Arin. Resy terkejut mendengar semua itu. Hingga akhirnya, ibu Arin memberikan sepucuk surat untuk Resy dari Arin. Ketika dalam keadaan sakit, Arin mewasiati surat kepada ibunya untuk disampaikan kepada Resy, apabila Resy datang kembali ke Bandung. Resy membaca surat Arin itu sambil menangis, karena ia sangat menyesal sekaligus merasa bersalah. Surat itu berisi tentang menceritakan kembali masa-masa indah Arin bersama Resy, lalu Arin menceritakan perasaan “galau”nya ketika ditinggal pergi oleh Resy, hingga pada bagian akhir surat terdapat pula penantian Arin terhadap kehadiran Resy yang sangat panjang, hingga akhirnya Arin jatuh sakit dan tak bisa diselamatkan. Resy merasa tersentuh membaca sepucuk surat itu dan tak bisa lagi menahan air matanya.
            Kini Resy sadar, bahwa “Sahabat Setia itu tidak bisa dibeli dengan kekayaan, kemewahan, apalagi dengan sekolah dan teman-teman elit. Namun hanya bisa ditemukan pada orang yang memang benar-benar menyayangi kita tulus apa adanya, dan selalu ada untuk kita, dikala suka maupun dukaJ”. Namun sayang, penyesalan itu datang terlambat, hingga akhirnya Resy menyadari kesalahannya disaat Arin sudah tiada lagi disampingnya, untuk selamanyaL.

                                                                                    Putri Khairunnisa. November, 2013.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar